Ronde, oleh beberapa kalangan ada yang menyebutnya sebagai makanan pelengkap upacara adat atau tradisi. Di balik fungsi perangkat ritual itu, Ronde sangat nikmat disantap dalam berbagai acara dan suasana. Apalagi bila cuaca sedang hujan, hmm…hangatnya, mampu langsung menyengat kerongkongan!
Di Surabaya, penjaja Ronde tidak sebanyak penjual Dawet (cendol), Es Kacang Hijau, atau penjual Es Kelapa Muda (kopyor). Menjelajahi Surabaya demi mencari makanan hangat ini tidak gampang, dibutuhkan kesabaran ekstra. Jangankan para penjualnya masuk-masuk gang perkampungan, di area PKL saja sangat sulit ditemukan.
Untung di salah satu ruas jalan Manyar Kertoarjo, Ronde Bondowoso milik Sumartono dapat dijumpai di malam hari. Bukan kedai, depot, atau resto makanan, lapak penjaja Ronde ini tak ubahnya PKL yang menjajakan menu sajian dalam perangkat sebuah gerobak dorong.
Tapi, jangan salah kira jika perangkat jual seperti itu tidak mampu menghadirkan makanan Ronde yang menggugah selera. Ronde khas Bondowoso Pak Sumartono ini cukup mengundang hasrat, pasalnya aroma jahe yang menyebar di sekeliling gerobak begitu menyengat. Belum lagi sepasang mata tertuju pada toples berisi butiran-butiran Ronde yang sekilas tampak begitu kenyal, hmm…kian menambah niat melahap.
Sama seperti Ronde yang lain, Ronde milik Sumartono ini juga berbahan dasar dari olahan tepung ketan yang prosesya dituangi air panas dan diuleni sampai kalis. Kemudian, didalamnya diisi adonan kacang tanah giling yang dimasak dengan sedikit gula cair dan garam. Tak heran bila butiran-butiran Ronde akan terasa manis bercampur asin tatkala dikunyah.


Kedai Ronde Bondowoso milik Sumartonojalan di Jalan Manyar Kertoarjo, Surabaya ini buka setiap petang.

Tanpa meninggalkan ciri khas makanan Ronde itu sendiri, butiran-butiran tersebut disajikan bersama kuah air jahe yang sudah dicampuri gula. Biar menambah aroma sedap pada kuah itu, tidak sedikit para penjual Ronde dan juga termasuk Sumartono memanfaatkan daun pandan. Dalam penyajian hidangan, Ronde dan kuah jahe itu dicampur beberapa irisan daun kelapa muda, biji delima sagu atau dawet, bisa juga memanfaatkan kolang-kaling dan beberapa butir kacang tanah goreng.
“Membuatnya sih mudah, awalnya adonan dari tepung ketan diuleni dengan diberi air panas sedikit demi sedikit hingga adonan bisa dibentuk bulat-bulat, lalu dimasuki olahan kacang. Biar menarik, ada juga yang mencampuri pewarna. Bulatan-bulatan ketan kemudian dimasak di atas air mendidih sampai mengapung, bila sudah begitu baru diangkat karena ini tandanya sudah matang,” kata pria yang sudah menjual Ronde di kawasan itu selama 8 tahun ini kepada VENUS.
Pusaka kuliner lawas ini bukan hanya sekadar variasi menu jajanan di kota besar macam Surabaya. Ronde Sumartono terbilang cukup mendapat simpati penyuka makanan tersebut mengingat setiap harinya ia harus menyajikan 100 porsi. Bila dikalkulasi, 100 porsi dikalikan harga belinya sebesar Rp.5.000,- maka setiap hari omzet pria asal Surabaya ini mencapai Rp.500.000,-. Wowww!

Beda Daerah, Beda Pula Sajiannya
Sumartono bisa dibilang penjual Ronde khas daerah Bondowoso. Bagaimana dengan ciri khas ronde daerah lain? Jawabannya bisa jadi berbeda. Betapa tidak, Ronde asli Jember umumnya disajikan berisi lima bulatan Ronde, irisan kelapa muda kemudian kacang goreng lalu diberi rebusan air jahe. Kebanyakan pedagang menganggap jumlah Ronde dalam satu porsi itu sudah paten, karena sudah disesuaikan kapasitas perut manusia. Uniknya, Ronde Jember menghadirkan kacang goreng yang sewaktu digoreng tidak menggunakan minyak tapi hanya disangrai.


Sumartono sibuk melayani pelanggan Ronde.

Beda Jember, beda pula apa yang disajikan di Jogjakarta. Di daerah istimewa ini, kuah Ronde-nya lebih pedas dan karena menggunakan jahe emprit yang bersifat ‘power pedas’ ketimbang jahe kebo yang sudah umum di pasaran. Satu porsi makanan hangat ini, terisi kolang-kaling yang dipotong tipis, tiga butiran Ronde dan tebaran kacang goreng.
Di kawasan Ondomohen, Surabaya, malah unik. Ada satu penjual Ronde yang tidak menghadirkan bulatan-bulatan Ronde. Satu porsinya hanya terisi kolang-kaling utuh, kacang goreng, kelapa muda, dan kuah jahe hangat, pun begitu aroma nikmatnya tetap terjaga.
Sekadar diketahui, dalam bahasa Mandarin, Ronde disebut Yuanxiao yang notabene nama dari seorang pelayan istana yang melayani Kaisar Wu Di pada Dinasti Han. Ada yang menyebut, Yuanxiao dimaknakan seperti makanan pangsit berasa manis yang terbuat dari tepung beras. Karena itu, Yuanxiao juga diartikan Ronde lengket, manis, dan berbentuk bulat. Sebagian kalangan etnis Tionghoa, beranggapan bahwa makanan ini melambangkan keutuhan keluarga, kesempurnaan, dan kebahagiaan.
Apapun penafsiran itu, Ronde sangat cocok dijadikan ‘teman’ di kala malam apalagi di musim hujan. Selain menghangatkan, makanan ini juga menyegarkan. Mau? (arohman)

Daftar Penjual Ronde di Surabaya:
- Jl. Ondomohen
- Jl. Manyar Kertoarjo
- Jl. Kertajaya
- Jl. HR. Muhammad
- Jl. Jemursari (depan pujasera jemursari)
- Kawasan Waru