WADER hanyalah ikan kali yang di daerah-daerah pedesaan jarang dimanfaatkan, atau paling-paling dimanfaatkan untuk tambahan makanan itik atau diolah menjadi kerupuk. Lain ceritanya bila ikan wader ini sampai di tangan mereka yang berjiwa entrepreneur, tak ayal jadilah wader --yang kurang berguna-- itu menjadi menu istimewa ala Kedai Kincir.

Tak percaya? Lihat saja antrean setiap jam makan di Warung Wader Kedai Kincir di Jl Ketintang Permai (pintu keluar SMP Al-Hikmah). Meski tempatnya persis bersebalahan dengan rel dan perlintasan kereta api tak berpalang pintu, juga tepat di pinggiran kali, namun daya tariknya tak mengusik mereka yang sudah ketagihan gurihnya wader goreng ini. Hidangan sederhana yang hanya terdiri dari wader goreng plus sambel dan lalapan juga nasi (bisa pilih nasi putih, nasi jagung, atau nasi gurih) betul-betul menyita perhatian, khususnya bagi mereka yang gemar berkelana kuliner. Bahkan di komunitas alumni Unesa (Ganesis) mereka kerap mengistilahkan “wader party” untuk acara traktiran makan bareng di sana.

Soal rasa wadernya harus diakui memang cukup gurih dan renyah. Hanya saja, bila agak sore selepas jam makan siang sambelnya kurang afdol, sepertinya sudah ‘kanginan’, sehingga kurang nikmat. Tapi tetap saja mampu mengaduk dan memancing selera bagi mereka yang khusus ke sana untuk makan besar.

Bagaimana dengan menu lainnya? Ya, ini dia yang saya maksud. Mungkin untuk menciptakan variasi atau tidak melulu terkungkung dengan wader, bisalah Anda memilih Patin Bakar. Tongkrongan bakaran ikan mirip lele yang besar ini sangat menggiurkan untuk disantap disertai sambel dan nasi panas. Daging patin yang lembut dan tebal benar-benar lumer di lidah saat disantap bareng nasi dan sambal. Tak percaya juga? Tanyakan kepada Cak Basyir dan Mas Sha juga Mbak Fafi yang kemarin (8/11) ditraktir Mbak Ida di sana. Kebetulan saya mengamati betapa mereka asyik menikmati sajian pilihan tersebut sembari menikmati segarnya es dawet.

Biasanya sih, ketika makan siang di sana, saya memilih meja di pinggiran yang menghadap kali. Sekalian makan, bisa juga menikmati panorama pintu air yang terus menyuarakan kericik air. Mungkin karena itu pula depot pinggir kali ini dinamakan Kedai Kincir, karena bersebelahan dengan pintu air yang bentuknya menyerupai kincir.
Oh ya… Hajatan Mbak Ida kemarin merupakan acara dadakan. Mestinya mbak Ida ingin berburu Pecel Lele depot Sederhana di stasiun Gubeng. namun berhubung acaranya bersamaan dengan rapat panitia Kumpuis, akhirnya acara traktiran itu dialihkan ke lokasi yang dekat dengan kampus, yaitu Wader Kedai Kincir.

Seandainya kemarin kami hadir lebih awal, mungkin masih kebagian menu-menu lain yang cukup menggoda selera. Namun apalah daya, kami harus puas dengan sajian pesta wader dan patin bakar diiringi dengan mbok nom alias es sinom mapun es jeruk dan teh manis.
Terima kasih Mbak Ida atas traktirannya…. Kalau masih berkenan pecel lele Stasiun Gubeng, lain waktu bisa diagendakan ulang. Sepertinya mbak Ida bene-bener ngidam nih….!? (hehehe) (AROHMAN)