Salah satu catatan dalam Ramadan ini adalah keikutsertaan Olif dalam salat tarawih. Sebagaimana teman-teman seusianya, dia termasuk sangat antusias ketika diajak ke masjid An-Nur untuk turut menunaikan salat tarawih plus witir. Bahkan dialah yang kerap menentukan jam berangkat ke masjid dengan merengek ke bundanya untuk berangkat lebih awal. Maklum dia telah memiliki sudut favorit di masjid An-Nur selama Ramadan ini.
Selama Ramadan ini, banyak juga para orang tua yang mengajak serta anak-anak balita. Meski kadang juga ada beberapa ulah nakal para balita tersebut mengusik kekhusukan salat, tetapi sepertinya para jamaah memaklumi hal tersebut. Karena itu semua sudah dianggap sebagai bagian dari pembelajaran anak-anak supaya kelak mencintai masjid –khususnya berjamaah di masjid. Apalagi masjid di kompleks perumahan kami juga termasuk baru.
Olif sendiri tergolong bocah penurut dan lebih mendengar pesan bundanya daripada mengikuti aksi teman sebayanya yang berlarian kesana kemari di antara sof-sof jamaah. Olif tidak melakukan aksinya, karena dia telah dibekali bundanya buku belajar dan pensil warna juga boneka upin kesukaannya. Dengan cara itu, ‘kenakalan’ Olif bisa diredam. Karena pada saat dia jenuh mengikuti salat tarawih yang panjang, dia akan duduk dan asyik dengan barang bawaannya di sebelah bundanya. Tidak seperti teman sepermainannya, yang lantas berlarian disertai teriakan atau tangisan tatkala merasa bosan menunggui ibunya khusuk berjamaah.
Alhamdulillah, Olif memiliki cara pandang berbeda dibandingkan teman-temannya dalam mengikuti jamaah ke masjid. Meski baru 5 tahun, tetapi dia sudah mengetahui tempat dan posisinya sebagai jamaah wanita, sehingga meski ketika bundanya berhalangan ke masjid, dia tetap memilih ikut saya ke masjid dan langsung berbaur di tempat jamaah wanita. Baru setelah salat selesai dia akan menghampiri saya yang berada di barisan jamaah laki-laki.
Pada sekitar sepuluh hari terakhir Ramadan, setiap rakaat terakhir witir disertai qunut. Dan, sepertinya itu menjadi pengalaman terunik bagi Olif. “Aku suka doa sambil berdiri” komentarnya usai mengikuti qunut pertama kalinya. Saya yang mendengarnya lantas tersenyum dan memberikan pengertian kepadanya bahwa itu doa qunut yang biasanya juga dibaca setiap salah subuh. Lalu dia kembali menyaut, “Ya, aku suka doa sambil berdiri…”.
Pada malam ke-28 kami sudah tidak lagi menikmati suasana tarawih dan witir di Surabaya, melainkan pindah ke musalah kecil di depan rumah eyang yang ada di Gondekan Jabon Jombang. Tak lupa Olif masih dengan semangat ‘45 –nya tetap antusias mengikuti jamaah. Bahkan, sebelum keberangkatan mudik ke Jombang kemarin, dia juga sudah berpesan kepada bundanya, “Jangan lupa bawakan rokoku, Nda…” Alhamdulillah, kali ini Olif full tanpa ketinggalan satu rakaat pun dalam mengikuti tarawih dan witir. Tanpa gangguan teman sepermainan dan mainan yang biasanya dia bawa, malam itu Olif berhasil menyempurnakan salat tarawih-witir berjamaahnya.
Beda halnya pada tarawih semalam, mungkin karena seharian dia terlalu asyik dan capek bermain bersama keponakannya, akhirnya dia pun KO usai salam pada rakaat ke-4. Dia tertidur di atas sajadah di sebelah bundanya. Saya pun akhirnya harus membopongnya pulang ke rumah eyangnya seusai tarawih dan witir berjamaah usai. Sungguh Ramadan yang sangat menyenangkan dan akan tercatat dalam benak kecil si Olif. Semoga kami semua diberi umur panjang untuk dapat menikmati keindahan Ramadan di tahun-tahun berikutnya. Amin… (arohman)
betul" ank yang sholeh