Nasih Uduk Betawi.

MASIH banyak sisa cerita dua malam bersama Mas Habe berburu makanan enak dalam wisata kuliner di Jakarta dalam rangka Penganugerahan Bango Award 2007. Karena tak mungkin menulisnya semua di halaman blog ini, maka akan saya pungkasi dengan cicipan berikut ini.
Tak ubahnya Surabaya maupun kota lainnya, Jakarta tentu menyimpan banyak makanan khas. Namun karena keterbatasan waktu, saya hanya diajak Mas Habe menyinggahi beberapa depot langganannya, yang dijamin memuaskan selera. Bahkan, tanpa harus melancong di tengah kemacetan Ibu Kota, makanan khas itu pun bisa dijumpai dan disantap langsung, misalnya di rumah Mas Habe sebagai menu sarapan, atau di depan Gedung Monumen Pancasila yang tinggal pilih oleh padagang jajanan keliling. Lebih seru lagi, ada teman lama dari Lamongan (Mas Ali Ghozy) yang malam-malam mengundang makan malam di kediaman Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal, Mohammad Lukman Edy.
Saya awali cerita makanan enak ini dengan menu Nasi Uduk Betawi. Inilah menu sarapan pagi itu. Sebagai orang Jawa Timur, tentu saya kurang familier dengan menu itu. Sebab biasanya, pagi sebelum ngantor makanan yang pas adalah nasi pecel. Namun sebagai tamu, tentu saya paham keinginan tuan rumah. Pasti Mas Habe dan istri bermaksud menyuguhkan menu istimewa yang tidak biasa dan memang jarang ada di Surabaya.
Nasi Uduk perfoma dan tastenya sekilas kurang begitu meyakinkan. Satu porsi makanan khas Betawi ini terdiri atas, nasi dimasak bumbu (seperti nasi kuning, red), dilengkapi dengan bihun godok, potongan sayur kangkung dan sawi, ditambah semur tahu plus jengkol, dan tak lupa lauknya telur bali dan kerupuk. Setelah dipersilakan, saya pun mencoba menu sarapan pagi itu. Hmmm, rasanya lumayan. Ada percampuran rasa, kombinasi dari nasi gurih dan manisnya kecap yang berasal dari bumbu semur dan bali, sementara unsur pedasnya berasal dari sambal khusus. Sekilas sih rasanya seperti nasi campur lah, bila di Surabaya.


Ketoprak Jakarta.

Usai sarapan, saya ngantor di kawasan Mangga Dua. Mumpung masih di Jakarta, oleh teman kantor saya diajak mencicipi makanan Betawi lainnya. Kebetulan, ketemu Ketoprak. Saya sudah pernah mendengar nama makanan yang mirip gado-gado ini. Saya mendapatkannya di Food Court Mall Mangga Dua. Perbedaan Ketoprak dengan Gado-Gado yang biasanya aku santap terletak pada adanya Bihun dan Taoge. Lainnya persis sama dengan Gado-Gado, seperti irisan lontong dan tahu yang disiram bumbu kacang.
Sepulang kantor dari Mangga Dua, saya dijemput teman lama yang sudah cukup sukses menapak hidup di Ibu Kota, namanya Ali Ghozy. Sebagai mantan aktivis PMII kala menjadi mahasiswa di IAIN Syarif Hidayatullah, dia memiliki jaringan birokrasi dengan orang-orang PMII yang kini sukses di pemerintahan. Malam itu juga saya langsung diajak hadir di acara makan malam di rumah Bapak Mohammad Lukman Edy, Jl Denpasar Raya Jakarta Selatan. Dalam acara yang dikemas sebagai majelis pengajian tersebut, saya ditawari menu special khas klaten. Namanya Tengkleng Klaten.
Dengan namanya yang aneh membuat saya makin penasaran ingin mencobanya. Apakah gerangan Tengkleng Klaten ini….? Ternyata setelah mencobanya, Tengkleng rasanya mirip sekali dengan gule kambing, hanya saja unsur taste rempah-rempahnya lebih kuat. Menyengat sekali di lidah hingga menusuk ke hidung. Benar dugaan saya, Tengkleng tak ubahnya juga dengan Tongseng.
Bahan utamanya adalah balungan kambing, santan, cabe merah bawang merah, bawang putih, daun jeruk. Arab sekali. Bumbu pendukungnya seperti biasa misalnya garam, merica, minyak buat menumis bumbu, kemiri, daun salam, laos, daun sere, dan bawang goring. Cara makannya biasanya dengan nasi atau lontong.


Penjual Skuteng.

Kenyang makan malam di rumah menteri, saya pun pulang ke Palmerah, kantor Mas Hebe. Namun karena seharian makan menu kelas berat semua, sebelum pulang ke kediaman Mas Habe di Kelapa Dua Kebon Jeruk, kami nyantai dulu ngobrol sembari menikmati hangatnya skuteng (ansle, Red).


Mas Habe dan Mas Ghozy asyik menyeruput hangatnya skuteng.

Minuman khas berbahan santan dengan variasi isi: kacang tanah goreng, roti tawar, dan susu itu benar-benar pas sekali dinikmati malam hari yang dingin. Waduh! Langsung terngiang nih… kapan bisa kembali berwisata kuliner ke Jakarta dan sekitarnya…? Jangan kapok ya Om Habe dan Mas Ghozy bila suatu saat aku balik hunting makanan enak di kotamu lagi. (*)