Penampilan sate buntel sekilas memang kurang meyakinkan. Tapi rasanya... hmmm... dijamin satu tusuk pasti kurang.

Biasanya orang akan kehilangan selera karena terlalu lama menunggu pesanan makanan yang tak kunjung datang. Tapi hal itu tidak berlaku untuk pemesanan sate buntel.

ANDA pasti sudah tidak asing dengan sate. Sebagai bagian dari kekayaan khas kuliner nusantara, banyak sekali varian dan ragam sate yang ada di negeri ini. Salah satunya adalah sate buntel.
Selama ini, orang mengenal sate pasti rujukannya adalah irisan daging dadu yang ditusuk dengan sujen (lidi bambu, red), kemudian dipanggang di atas bara arang. Lain halnya dengan menu sate kita kali ini. Karena formatnya sedikit berbeda.
Sesuai namanya, sate buntel tentu adalah sate yang dibuntel (dibungkus, bhs Jawa). Istimewanya, bahan utama satenya bukan irisan daging seperti biasanya, melainkan berupa daging kambing cincang yang dicampur dengan bumbu khusus yang dihaluskan. Biasanya terdiri atas bawang merah, ketumbar, garam, dan merica. Nah, baru setelah itu campuran daging dan bumbu ini dibentuk bulatan memanjang. Bulatan ini kemudian dibungkus menggunakan lembaran lemak kambing. Baru setelah itu ditusuk sebagaimana mestinya sate untuk dipanggang.
Itulah rahasia kesedapan penuh aroma sate buntel khas Karmen 29 yang pada Festival Jajanan Bango (FJB) 2008, PT Unilever Tbk di Lapangan Makodam V Brawijaya Surabaya (10/5) kemarin antreannya tiada putus. Embusan angin yang menyebarkan asap beraroma sate dari setiap kibasan kipas tangan sang pemanggang, langsung mengundang pengunjung untuk mencoba kedigdayaan rasanya. Rasa khas sate buntel Karmen nan benar-benar menggoda selera.
Menurut Ny Kusnul Chotimah pemilik dan pengelola Depot Karmen di Jl. Karangmenjangan Surabaya, sate buntel racikannya memang beda dengan sate buntel lainnya. “Biasanya sate buntel di tempat lain dalam pemanggangannya menggunakan alumunium foil. Tapi kita asli menggunakan lemak kambing, sehingga rasanya tidak berkurang sedikit pun. Bahkan semakin terasa,” tuturnya saat ditemui di arena FJB 2008, Surabaya.

Arang Kayu Asam
Berdasarkan pengalaman memasan satu porsi sate buntel, diperlukan kesabaran ekstra. Sebab prosesnya cukup lama. “Ya, memanggangnya memang harus lama, supaya benar-benar matang. Sebab, dengan menggunakan lemak kambing sebagai pembungkus, maka waktu pemanggangan sama dengan dua kali proses pemanggangan biasa. Karena pertama kita panggang untuk mencairkan gajih (lemak, red) supaya merekatkan daging di dalamnya. Baru setelah mematangkan isinya. Makanya waktunya lama,” tandas Kusnul mengomentari pemesan yang rata-rata siang itu sudah tidak sabar ingin segera mencicipi sate buntel idamannya.



Proses pemanggangan yang cukup lama, mengharuskan pembeli ekstra sabar. Agar cepat matang, diperlukan pisau untuk membuka buntelan lemaknya menggunakan pisau.

Wah, kalau prosesnya sedemikian lama, apa tidak takut ditinggalkan konsumen? Dengan tenang Kusnul menanggapi bahwa sebenarnya itu semua dikembalikan lagi kepada mereka (pembeli, red). Sementara pihaknya hanya bisa memberikan yang terbaik untuk costumer. “Sebenatnya kita selalu utamakan pembeli. Bahkan demi pelanggan, kami selalu berusaha melayani secepat mungkin. Dan perlu diketahui, bahwa untuk proses pemanggangannya pun kita tidak sembarangan. Kita menggunakan arang khusus dari Jawa Tengah berupa arang kayu asam. Sebab, kalau arang lain pasti mati karena tidak tahan dengan minyak gajih saat pemanggangan,” tukasnya.
“Soal harga juga demikian, kami menyediakan paket sesuai kemampuan pembeli. Biasanya kita jual setiap porsi yang berisi 3 tusuk Rp. 30.000. Namun kita juga menjual satuan, yaitu setiap tusuknya Rp. 10.000,” paparnya.
Selain sate buntel, apalagi yang biasanya bisa disantap di Depot Karmen 29 –yang ternyata singkatan dari Karangmenjangan 29—pengunjung juga bisa mencoba menu berbahan dasar kambing lainnya. Pokoknya dijamin maknyuzzz dech!
Tapi, perlu kami ingatkan. Bagi Anda yang selama ini memiliki kolesterol lebih sebaiknya tidak mencoba dulu sate buntel dan sejenisnya. Sebab lemaknya pasti akan menyulitkan Anda. Namun bagi yang tak berpantangan kambing, bisa mencobanya dengan tetap memperhartikan kesehatan. Artinya, Anda harus mengimbanginya dengan menu sayur dan buah-buahan sebagai anti-toxin sekaligus detox alami.
Sungguh pengelaman mengesankan menyantap sate buntel di arena FJB 2008, Surabaya. Karena harus antre lama, bau badan berubah jadi rasa sate, rambut acak-acakan penuh serpihan abu arang. Tak heran, bila salah seorang rekan dari kru FJB langsung memekik gembira, setelah berhasil membawa pergi seporsi sate buntel dari stannya, untuk kemudian memamerkannya pada teman lain. “Yes! Akhirnya aku dapat juga.”

FJB 2008 dan Ultah ke-80

Dalam pagelaran Festival Jajanan Bango tahun ini, produk kecap berbahan kedelai hitam ini sengaja menyuguhkan tema 80 Warisan Kuliner Nusantara. Tak heran bila di arena lapangan Makodam yang luas itu dipenuhi para penjual makanan tradisional yang sudah sangat populer dan melegenda sebagaimana Kecap Bango yang sudah 80 tahun menjadi kecap pilihan masyarakat Indonesia. Warga Surabaya dan sekitarnya pun berduyun-duyun memenuhi lapangan di Jl. Hayam Wuruk Surabaya itu, untuk memenuhi hasrat mereka akan kenikmatan kuliner nusantara.
Festival Jajanan Bango (FJB) sendiri merupakan event rutin yang digelar sejak tahun 2006 lalu. Tahun ini merupakan tahun ketiga, dan Surabaya mendapat penghormatan sebagai pembuka, sebelum dilanjutkan di Bandung dan Jakarta.
Dalam FJB pengunjung bukan hanya dimanja oleh puluhan makanan khas nusantara yang lezat dan nikmat, tetapi juga bisa menikmati berbagai hiburan live music dan lainnya. Khusus para pengunjung yang hadir pada pembukaan, mereka dapat langsung bertemu muka dengan Yuni Shara yang hadir sebagai bintang tamu, sekaligus melakukan syuting untuk program Bango Cita Rasa Nusantara yang ditayangkan di Indosiar.

Dari Tenda Panitia

Pada kesempatan itu, para wartawan dari berbagai media juga turut menyemarakkan suasana sekaligus diberi kesempatan mencoba berbagai jenis makanan dan jajanan yang ada. Ada 80 jenis makanan tradisional dari segenap penjuru Surabaya dan sekitarnya, ditambah delapan makanan khas duta dari beberapa daerah se-nusantara. Menurut Memoria Dwi Prasita (Brand Manager Bango), diusungnya 80 makanan khas pada FJB 2008 kali ini dengan tujuan melestarikan makanan tradisional nusantara, sekaligus merayakan ulang tahun Kecap Bango yang ke-80 tahun.
“Tujuan Bango menyelenggarakan Festival Jajanan Bango sebenarnya hanya satu, yaitu melestarikan makanan tradisional nusantara. Caranya, kita menghadirkan makanan-makanan iconic yang khas, terkenal dari kota Surabaya. Dihadirkan oleh penjaja makanan tradisional yang juga iconic dan terkenal pula. Misalnya kalau kita ngomong Nasi Udang maka sudah ada Nasi Udang Bu Rudi. Kalau Tahu Tek ada Tahu Tek Pak Ali, mau Lontong Balap ada Lontong Balap Pak Gendut. Jadi basicly yang mau kita hadirkan bukan hanya makanan yang terkenal dan khas, tapi juga dihadirkan oleh penjaja makanan yang populer di antara masyarakat Surabaya,” paparnya kepada media.
Disinggung mengenai manfaat yang diharapkan dari suksesnya penyelenggaraan FJB, wanita yang murah senyum itu mengatakan, “Kita melihat Bango sudah ada di Indonesia selama 80 tahun. Dari mulai 1928 sampai 2008. Selama itu, begitu banyak makanan tradisional yang cita rasanya itu dipermantap oleh kecap Bango. Kita sudah melihat begitu besarnya peran kecap manis dalam aneka makanan tradisional, makanya kita berpikir Bango ini besar kaitannya dengan makanan tradisional Indonesia,” jelas Memor.
Ditambahkannya, “Selain itu, banyak sekali makanan tradisional dari nenek moyang kita turun temurun ternyata tidak diketahui secara luas oleh generasi kita. Apalagi generasi di bawah kita nanti. Jadi, yang Bango lakukan adalah bagaimana caranya supaya makanan-makanan ini tetap ada sampai beberapa generasi ke depan, dan kita kembalikan kepopularitasnya, jangan sampai kalah dengan makanan-makanan manca negara,” tandasnya.
“FJB kali ini termasuk spesial. Bersamaan dengan ulang tahun ke-80 ini, kita menghadirkan 80 jenis makanan tradisional nusantara. Tidak hanya makanan tradisional, tetapi makanan yang kita rasa perlu dilestarikan, sudah ada secara turun temurun, dan sudah ada sejak generasi-generasi di atas kita, sambung Memoria.
“Kemudian kita juga punya 8 duta Bango yang kita hadirkan dari luar kota Surabaya, seperti Jakarta diwakili Ketoprak Ciragil, Cirebon dengan Sangu Tutug Oncom Saung Kiray, daerah Malang kita punya Nasi Bug Trunojoyo, kemudian Solo ada Tengkleng Ibu Edi, pokoknya kita hadirkan 8 duta Bango untuk memperkenalkan makanan tradisional dari kotanya masing-masing,” jelasnya. (arohman)



Penggemar sate buntel ini mengantre pesananannya, sembari mengabadikan abang pembakar sate buntel. Awas tak kebagian, lho, Mas...?

Resep Sate Buntel

Bahan:
- 250 gram daging kambing, cincang
- 10 - 12 bh tusuk sate
- Lemak kambing yang lembaran, sesuai kebutuhan. Bila tidak ada bisa diganti aluminium foil.

Haluskan:
- 4 btr bawang merah
- 1/2 sdt ketumbar sangrai
- garam dan merica

Sambal Kecap:
- 6 bh cabe rawit, iris bulat
- 6 bh bawang merah, iris halus
- 4 sdm kecap manis
- kecap asin
- 1 bh 1 sdm jeruk limau, belah dua

Cara membuatnya:
Campur bumbu halus dengan daging kambing dan buatlah bulatan memanjang (menyerupai bakso tapi agak memanjang). Tusuk tiap bulatan dengan 1 tusuk sate lalu bungkus bulatannya dengan lembar lemak kambing lalu panggang. Bagi yang menggunakan aluminium foilnya, kukus, kemudian setelah dirasa matang buang aluminium foilnya dan bakar atau panggang sebentar. Campur semua bahan untuk sambal kecap dan sajikan sate dengan sambal kecap. Siap dihidangkan. (*)