Nama Imam Samudra benar-benar menyita perhatian masyarakat. Bukan hanya di Indonesia, melainkan ke berbagai penjuru dunia. Pria pelaku bom Bali yang dieksekusi tembak mati pada 9 November 2008, pukul 00.15 itu makin membuat khalayak penasaran manakala sebuah website (www.arrahmah.com) memuat foto almarhum berbalut kain kafan bebepa jam usai dieksekusi.
Rasa penasaran warga dunia pun terkpaksa membuat website www.arrahmah.com tak bisa diakses karena terlalu dipadati pengakses dunia maya. Beberapa pengakses website tersebut bahkan harus kecewa karena selalu mendapati kalimat “This site is temporary offline. Please come back later in few hours”.
Namun, rasa kecewa tersebut tak berlaku bagi masyarakat Surabaya, sebab hari ini (11/11), koran lokal “RADAR Surabaya” memuat foto Imam Samudra berkafan tersebut lengkap dengan beritanya dalam boks halaman 1.
Berikut isi berita lengkapnya yang dimuat RADAR Surabaya:

Heboh Foto Jenazah Imam Samudra di Internet
Jagung Belum Lihat, Depkominfo Tak Bisa Menutup

Sebuah foto Imam Samudra dalam kondisi meninggal dan telah dikafani beredar di internet. Di foto itu Imam tampak menggigit bibir, seperti menahan sakit.

FOTO eksklusif itu tayang hanya beberapa jam setelah jenazah trio bom Bali I, Amrozi, Imam Samudra, dan Mukhlas, dimakamkan, Minggu (9/11) pagi. Foto itu dimuat situs arrahmah.com pada hari yang sama, pukul 14.00 WIB, di atas berita berjudul ‘As Syahid Imam Samudra Bergabung dengan Kafilah Syuhada’.
Berikut awal isi berita tersebut: ‘Hari ini telah dijemput para bidadari para kafilah syuhada, Mujahid Imam Samudra, Mujahid Amrozi dan Mujahid Ali Ghufron (Mukhlas). Mereka semua telah menunjukkan pada umat ini bagaimana sikap mujahid sejati yang tetap istiqomah’.
Yang menarik, dalam foto tersebut Imam tampak menggigit bibirnya seperti menahan sakit, akibat tembakan saat dieksekusi. Tapi ada yang berpendapat dalam foto itu Imam tersenyum kecil. Keluarga Imam Samudra memercayakan pemasangan foto jenazah pria yang juga bernama Abdul Azis itu kepada arrahmah.com, disebabkan website tersebut dipercaya dekat dengan para mujahid (pejuang Islam).
“Alasannya, karena kami percaya mereka dekat dengan para mujahid dan punya tujuan yang sama,” kata Lulu Jamaludin, adik Imam Samudra, Senin (10/11). Menurutnya, arrahmah adalah medianya para mujahid. Selama ini pernyataan Imam Samudra di situs tersebut selalu dimuat secara utuh dan tidak pernah dipotong, apalagi dipelintir.
Pemberian foto jenazah Imam Samudra oleh keluarga diamini redaksi arrahmah.com. “Waktu itu pimpinan kami melayat ke rumah duka. Kemudian keluarga mempersilakan untuk mengabadikan wajah almarhum,” kata Pimred arrahmah.com Muhammad Fahri. Saat itu, lanjut Fahri, keluarga juga memersilakan pihaknya untuk mempublikasikannya kepada masyarakat. “Sebagai media, ya tentu saja kami mengapresiasi hal itu,” tuturnya. Tapi, gara-gara memuat foto itu, pengunjung arrahmah membludak dan membuat server mereka down.
Pihaknya mengaku sengaja memasang foto itu untuk menunjukkan kepada umat muslim, bahwa orang yang mati syahid selalu terlihat tersenyum. “Kita melihat satu bukti lagi, yang dianggap orang salah langkah, mereka bisa melihat. Ini bukti dari Allah SWT,” kata Fahri.
Munculnya foto jenazah Imam Samudra itu mengundang kontroversi dan pendapat dari berbagai kalangan. Jaksa Agung (Jagung) Hendarman Supandji mengaku belum melihatnya.
“Saya belum tahu,” kata Hendarman usai bertemu Presiden SBY di Kantor Presiden, kemarin. Karena itulah dia menolak berkomentar panjang. Sedangkan polisi tidak mau begitu saja memercayai keotentikan gambar yang mengundang kontroversi tersebut. “Saya kira itu belum tentu benar. Itu bisa saja rekayasa foto,” kata Kadiv Humas Mabes Polri Abubakar Nataparawira dalam jumpa pers di Mabes Polri, Jaksel, kemarin.
Saat ditanya apakah akan menindaklanjuti pemuatan foto tersebut, Abubakar tidak mau menjawabnya dengan jelas. “Nanti kita lihat,” tandasnya.
Pihak kementerian komunikasi dan informatika (Kominfo) menyatakan tidak memiliki kekuasaan untuk menutup atau membredel media dengan konten provokatif, berupa penanyangan foto jenazah Imam Samudra seperti yang dilakukan arrahmah.com.
“Saat ini sudah tidak ada lagi peraturan mengenai pembreidelan media, meski hanya sebuah media online. Langkah ini harus dilakukan oleh masyarakat pembaca dengan mengajukan legal action karena merasa keberatan dengan aksi provokatif tersebut,” ujar Kepala Pusat Informasi dan Humas Depkominfo Gatot S Dewabroto.
Diharapkan, para pembaca media juga memiliki hak dan kewajiban untuk mengontrol media, yang tentunya secara bijak.
Staf Ahli Hukum Menteri Komunikasi dan Informatika Edmond Makarim menambahkan, suatu informasi dari media harus dilihat dari beberapa peraturan yang terkait.
Untuk kasus arrahmah ini, bisa dilihat apakah mereka sudah sesuai dengan kaidah dan peraturan yang berlaku atau belum.
Peraturan terkait yang dimaksud oleh Edmond misalnya, KUHP pasal 335 dan 336 mengenai ancaman kekerasan secara tetulis, yang maksimal hukumannya pidana penjara paling lama lima tahun.
Pemberitaan dalam situs arrahmah bisa juga dikenakan pasal dalam UU Informasi dan Transaksi Elektronik nomor 11 tahun 2008 ayat 2.
Pasal itu berbunyi ‘setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan suku, agama, ras dan antar golongan’. “Belum lagi, jeratan undangundang terorisme nomor 15 tahun 2003, pasal 6 dan 7 tentang tindak pidana terorisme dengan hukuman paling lama 20 tahun, bahkan seumur hidup,” tandas Edmond. (dom/oz)