Denmark boleh dikatakan mengawali EURO 2020 dengan tertatih. Laga pembuka kontra Finlandia yang dihelat di kendang sendiri, Stadion Parken Copenhagen, Denmark (13/6/21) diwarnai moment ‘mengerikan’. Christian Eriksen pingsan di tengah laga sehingga memaksa pertandingan dihentikan. Mathias Jensen kemudian masuk menggantikan Eriksen –yang akhirnya berhasil diselamatkan dari kondisi kritis–.
Mental pemain Denmark sepertinya sudah
tinggal separo saat melanjutkan sisa pertandingan. Tim Dinamit hampir
kehilangan daya ledaknya, meski berhasil menguasai permainan (63% : 37%). Itu
terlihat dari gagalnya penalty Pierre-Emile Hoejbjerg di menit 74’ yang
sebenarnya potensi untuk menyamakan kedudukan. Findlandia unggul 0 - 1 lewat
gol semata wayang Joel Pohjanpalo menit 60’ buah assist dari Jere Uronen.
Laga berikutnya Denmark masih belum
menemukan performa terbaiknya dan harus menyerah juga dari Belgia. Meski sempat
memimpin 1 – 0 sejak menit ke-2’ tetapi dua gol masing-masing dari kaki Thorgan
Hazard 54’ dan Kevin De Bruyne ’70 membuat para pemain Belgia tertunduk.
Untungnya pada laga terakhir penyisihan grup, Tim Dinamit ini mampu menggulung
Rusia dengan skor telak 4 -1. Modal sekali menang dan dua kalah mengantarkan
Denmark melenggang ke babak berikutnya berstatus runner-up grup B, berkat selisih gol dari Finlandia dan Rusia.
Sebuah keberuntungan luar biasa dan menjadikan tim polesan Kasper Hjulmand
menapaki babak berikutnya sebagai Tim Underdog.
Julukan underdog
memang cukup layak bagi Denmark, terbukti pada babak 16 besar secara perkasa
mampu mencampakkan Wales dengan gelontoran 4 gol tanpa ampun, serta
menyingkirkan Rebublik Ceko 2 -1 dari babak 8 besar.
Eit… mengapa kok Denmark bisa disebut
sebagai underdog? Apa sebenarnya arti
underdog?
Dex Glenniza dalam tulisannya di laman panditfootball.com mengungkapkan bahwa
istilah underdog ini sebagai kekayaan
terminologi, khususnya di rana sepakbola. Underdog
sendiri secara gampang bisa diartikan sebagai seseorang atau kelompok
(kesebelasan) yang lebih layak kalah pada sebuah kompetisi atau turnamen.
Munculnya istilah underdog sendiri berawal dari kegiatan adu anjing (dog fight) di negara Barat. Saat adu
anjing ini biasanya sang pemanang adalah yang mampu mendominasi dan
memposisikan lawannya selalu di bawah (terkapar kalah). Hal ini yang kemudian
diserap menjadi istilah ‘under the winner’
(di bawah sang pemenang), yang kemudian menjadi ‘underdog’.
Penggunaan istilah ini semakin populer dan
digunakan sebagai istilah khusus oleh bandar judi adu anjing untuk mengategorikan
anjing pemenang dan yang kalah. Anjing yang akan menang disebut ‘tol dog’ sementara anjing yang
kemunginan akan kalah disebut ‘underdog’.
Bagi penjudi yang memasang taruhan, nilai underdog
akan lebih tinggi jika menang.
Kini istilah underdog telah diserap bukan hanya dalam kompetisi olahraga, tetapi
masuk juga pada banyak kegiatan seperti politik dan aktivitas lainnya.
Sekadar diketahui, kata underdog secara resmi masuk ke dalam
kamus istilah ternama dunia, Merriam-Webster
Collegiate Dictionary pada 1887. Kemudian istilah ini mulai banyak
digunakan di masyarakat luas pada abad ke-19 dengan memiliki arti yang awalnya
adalah “anjing yang kalah pada adu anjing”.
Kembali ke laptop…! Sepertinya kita masih
patut menantikan laga Denmark kontra Inggris pada partai hidup-mati semifinal
EURO 2020 dinihari nanti (8/7/21). Ini untuk membuktikan, apakah benar Denmark
masih layak disebut tim underdog
sebagaimana saat menjuarai Piala Eropa 1992? Lihat saja hasilnya…!