Perhelatan akbar Fesitival Jajanan Bango 2009 yang dihelat di Plaza Selatan Senayan, Jakarta (23-24 Mei) menyisahkan kenangan manis bagi saya. Datang dari Surabaya sebagai Bangomania, ternyata pulang membawa kemenangan.

Cuaca cerah ibu kota cukup menyengat, siang itu. Hari pertama bertandang ke arena FJB, saya habiskan untuk memutari 3 lokasi terpisah (bentuk latter T) namun tetap menyatu itu, untuk mendapatkan makanan atau jajanan yang paling unik dan belum pernah saya coba. Sebagaimana tema FJB tahun ini ”Festival Kelezatan Sepenuh Hati”, maka di sepanjang arena pun berjajar tenda kerucut putih dengan penjaja aneka menu istimewa dari seluruh penjuru nusantara.
Awalnya, saya datang salah jalan, sehingga harus menembus pagar pembatas di salah satu sisi arena. Baru ketika sudah berada di dalam arena tersadar bahwa ternyata terdapat 2 panggung. Satu panggung utama dan satu lainnya panggung skunder di depan stand tenda Sate Pejompongan.
Sebagai salah satu Bangomania, tentu saya cukup kaget dan berdecak kagum dengan FJB tahun ini. Benar-benar digelar dengan sepenuh hati! Sepanjang mata memandang, dari ujung hingga ujung berikutnya tersaji kekhasan yang belum pernah saya jumpai dalam festival-festival sejenis.


Berawal menyambangi tenda media untuk mendapat informasi detail FJB, saya bertemu dengan mbak Memoria Dwi Prasita, Brand Manager Bango. Tak ketinggalan sempat juga bertemu mbak Nurulita Novi Arlaida, Media Relation Manager PT Unilever Indonesia, dan tak ketinggalan Mas Radityo Djadjoeri Consulant dari BizzComm! Bersama mereka bertiga saya mendapat penjelasan banyak tentang FJB, Kecap Bango, dan lain-lainnya. Di samping juga diperkenalkan dengan beberapa kawan Bangomania baru, seperti Mbak Ribut yang asli Solo, serta kawan-kawan reporter dari Republika, U’FM, Famele FM, Bahana FM, Rileks.com, dan masih banyak lagi lainnya, terutama dari Mindshare and LOWE.
Dari perbincangan dengan Memor, saya mendapat penjelasan bahwa yang dihadirkan oleh Kecap Bango dalam gelaran selama 2 hari itu adalah ratusan penjaja makanan pilihan berdasarkan keunggulan pada resep warisan, bahan baku pilihan, cara memasak otentik dan penyajian tradisional. ”Melalui FJB, kami ingin mengajak masyarakat luas untuk melestarikan aneka masakan tradisional yang sudah dikenal luas dan dinikmati secara turun temurun, dimana keberadaannya saat ini kalah populer dengan makanan siap saji dari mancanegara,” terang Memor. Lebih lanjut wanita berambut pendek itu mengemukakan bahwa dalam festival kuliner tersebut mereka bisa memperkenalkan salah satu kekayaan budaya nusantara, terutama keanekaragaman makanannya. Dengan kegiatan seperti FJB, Memor berharap kecintaan masyarakat Indonesia terhadap warisan kuliner nusantara kian tumbuh dan berkembang secara luas.

112 Jenis Makanan & 8 Duta Bango
Gelaran FJB 2009 pertama yang digelar di Jakarta ini sangat fantastis. Dengan 112 jenis makanan dari berbagai penjuru nusantara, rasanya tidak cukup bila dihabiskan dalam 2 hari event tersebut. Apalagi masih terdapat 8 duta Bango perwakilan kota-kota besar di Indonesia. Misalnya, Kupat Tahu Gempol dari Bandung, Soto Udang Medan RM Rinaldy asal Medan, Rujak Cingur Sedati Ibu Nur Aini asli Surabaya, kemudian ada Tengkleng Ibu Edi (Solo), Sop Saudara Jl. Irian (Makassar), Brongkos Ibu Suprih (Yogyakarta), dan Tahu Bakso Ibu Pudji – Ungaran (Semarang). Sebagai tuan rumah, Jakarta diwakili oleh Pondok Sate Pejompongan, yang pada tahun sebelumnya memecahkan rekor memasak 80 kambing guling serentak dalam event yang sama.



Dalam kesempatan yang sama, Adeline Ausy S. Suwandi, Marketing Manager Spread Cooking Category & Savoury PT Unilever Indonesia Tbk mengatakan, “Penyelenggaraan Festival Jajanan Bango dari tahu ke tahun selalu kami tingkatkan kualitasnya demi memuaskan para pengunjung. Kebetulan pada tahun ini kami mengusung kampanye bertajuk Kekuatan Sepenuh Hati (The power of wholeheartedness) yang diterapkan secara menyeluruh untuk segala aktivitas komunikasi pemasaran Bango, termasuk pada FJB,” tuturnya.
Ditambahkan Ausy, FJB diselenggarakan sebagai wujud konsistensi Bango untuk terus mengajak masyarakat luas ikut melestarikan berbagai makanan tradisional nusantara warisan nenek moyang kita, sebagai misi sosial yang akan terus menerus digemakan. ”Digelarnya FJB juga merupakan upaya untuk ikut menggerakkan dunia pariwista Indonesia melalui wisata kuliner. Dengan lebih menghidupkan kegiatan wisata kuliner melalui ajang FJB, diharapkan dapat ikut memajuan sektor pariwisata di Indonesia,” terang Ausy.




FJB tahun ini berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, dikatakan Memor, karena FJB 2009 menghadirkan Kampung Bango, yaitu sebuah etalase proses sepenuh hati pembuatan Kecap Bango. Sebuah upaya Bango untuk semakin dekat di hati percintanya. Pengunjung dibawa tur yang mengupas proses pemilihan bahan baku alami terbaik hingga diproses menjadi kecap berkualitas tinggi.

Yang istimewa lagi dari ajang FJB 2009 adalah hadirnya Dapur Bango Cita Rasa Nusantara dengan bagi-bagi resep dan tips dipandu koki-koki Bango juga oleh Surya Saputra. Di samping itu, disediakan pula Rujak Bango gratis dan hiburan bersama Krisdayanti.

Provokasi Nasi Brongkos Surya Saputra
Surya Saputra memang pembawa acara yang andal. Tak heran bila dia juga sangat piawai menggoda selera pengunjung FJB untuk mencoba setiap makanan khas yang ada. Dan, di selah kesibukannya syuting yang dilakukan di beberapa stand peserta FJB, suami Cintya Lamusu itu kerap memprovokasi para reporter yang mewawancarainya. ”Eh, kamu sudah makan belum? Coba nasi brongkos, dech! Eehmm... rasanya.... tak terkatakan! Rugi lu kalo gak nyobanya (sambil menunjuk tenda Nasi Brongkos Ibu Suprih yang berada di depan tenda media)”, begitu katanya setiap ada wartawan (baik teve maupun radio) usai wawancara dengannya.
Saya pun termasuk yang terprovokasi, apalagi menurut Mas Radityo, Nasi Brongkos itu dimasak khusus menggunakan kayu tertentu yang didatangkan dari daerah Muntilan, Jawa Tengah. Gila benar..., komentar saya dalam hati.
Dengan Rp. 15.000,- saya pun kemudian dapat mencicipi dan menikmati Nasi Brongkos yang mirip rawon itu, setelah melalui anteran cukup panjang. Ya, nasi Brongkos secara penampilan memang mirip rawon, tapi bersantan. Jadi, yang membuat aromanya kuat adalah santannya. Apalagi irisan daging kecil-kecil yang begitu menyatu sehingga tak salah bila Surya Saputra pun begitu membanggakan menu nasional asal Jawa Tengah ini.

Tawaran Makan Sate Pejompongan

Belum luruh nasi Brongkos ke dalam perut, datanglah Ola dari Radio Bahana FM yang mengajak mencoba Sate Pejompongan milik Pak Rahmanto. Wah, spesial sekali. Karena daging satenya begitu lembut bak makan potongan lemak bakar. Rasanya gurih dan tanpa bau prengus sama sekali. Apalagi, menurut Pak Rahmanto proses membakarnya menggunakan kecap Bango, dan bumbunya pun berbahan dasar kecap Bango. Makanya kok nikmat sekali.... Sayang antreannya panjang sekali, sehingga gak bisa nambah lagi... lain kali saja saat nanti pagelaran FJB di Surabaya. (arohmanmail@yahoo.com)