Sketsa karya Tedja yang bercerita tentang Mas Mundari, pelukis damar kurung (kesenian khas asal Gresik).

BAGI perupa seni, terutama seni lukis, sketsa merupakan instrument awal untuk mengetahui perkembangan bakat dan kejiwaan seni mereka. Namun belakangan ini, sketsa kurang diminati sehingga pameran sketsa pun bisa dibilang langka. Tedja adalah salah satu dari sedikit perupa yang konsisten dengan karya-karya sketsanya. Itulah alasan mengapa Galeri Seni House of Sampoerna memamerkan karya Tedja dalam pameran bertema Dua Dimensi Sepasang Hati (14 Juli – 04 Agustus 2008).
Tedja Suminar yang lahir di Ngawi 16 April 1936, mengenyam pendidikan seni rupa di Akademi Kesenian Surakarta. Sejak tahun 1957, Tedja terus menghasilkan karya-karya sketsa. Menurutnya seketsa adalah potensi besarnya, karena lewat sketsa seseorang bisa terus mengasah kemampuannya untuk dituangkan di atas kanvas atau media apa pun.
Berbagai karakter dan ulah manusia secara total, tempat dan peristiwa mampu ditampilkan secara jujur dan menarik. Kesempatan bekerja di Dinas Penerangan Angkatan Laut Surabaya sebagai pembuat dokumentasi perjalanan, menambah pengalaman Tedja. Apalagi suami almarhum Moetiana ini gemar menggembara keliling pelosok nusantara untuk membuat sketsa tentang kehidupan di daerah.


Johan Silas menerima sebuah karya sketsa dari Tedja.

Berbagai pameran bersama maupun tunggal aktif diikutinya hingga tahun 2000. kecintaan dan pengabdiannya terhadap seni membuahkan penghargaan pengabdian seni dari Pemerintah Surabaya dan Gubernur Jawa Timur.
“Banyaknya permintaan dari pecinta seni Surabaya akan kiprah Pak Tedja untuk berpameran kembali di Surabaya, mendorong kami mengajak beliau untuk berkarya bagi masyarakat Surabaya,” ujar Ina Silas, General Manager House Of Sampoerna. “Kami senang beliau menyambut baik permohonan kami untuk mempersembahkan kembali karya-karya sketsa terbainya bagi masyarakat Surabaya,” tambah Ina.


Tedja gayeng bersama penggemar karya-karyanya di House of Sampoerna.

Hadir untuk membuka pameran tersebut adalah Johan Silas, pecinta seni dan guru besar tata kota dari Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya. Dalam sambutannya, pria kelahira Samarinda, 24 Mei 1936 ini mengaku mengagumi karya-karya sketsa Tedja. Bahkan dia sendiri mengoleksi tiga buah sketsa karya seniman yang lama tinggal di Ubud, Bali tersebut. (arohman*)