Bicara soto, pasti tak asing lagi bagi masyarakat Jawa Timur. Sebab, wilayah provinsi beribukota Surabaya ini juga sangat identik dengan makanan soto tersebut. Setidaknya ada dua macam soto yang terkenal mewakili nama besar Jawa Timur, yaitu soto Lamongan dan soto Madura. Oleh karena itu, kali ini saya tak akan membawahasnya. Sebab, saat ini saya sedang tertarik dengan soto Kudus.

Mendapatkan soto kudus di Surabaya tidaklah mudah. Dulu, saya harus menjelajahi kota untuk mendapatkannya. Sekitar dua tahun lalu saya pernah menjumpai sebuah depot soto kudus di kawasan Ngagel sebelum perempatan Baratajaya. Jualannya pun tak rutin, sehingga sampai sekarang pun saya belum pernah mencobanya.

Nah, kebetulan sekali beberapa waktu lalu saya mengajak seorang anak saya hunting kuliner tak jauh dari rumah. Kebetulan pas melintas di depan Warung Kincir Ketintang Permai, saya mendapati sebuah depot baru berdiri cukup gagah persis di depan warung wader. Namanya “Depot Koalisi”. Depot itu menghadirkan layanan ala pujasera dengan berbagai menu pilihan, yang salah satunya adalah soto Kudus.

Apa sih istimewanya soto kudus? Soto kudus merupakan menu khas daerah Kudus Jawa Tengah. Dalam penyajiannya ada dua pilihan, yaitu soto yang dihidangkannya menggunakan lauk daging kerbau atau irisan suwiran daging ayam. Nah, yang ada di depot depan warung wader itu adalah soto kudus yang menggunakan lauk suwiran daging ayam.

Secara sajian, menurut saya cukup cantik. Menggunakan mangkuk tak seberapa besar dan dilapisi sebuah lepek dengan sendok sup atau biasanya disebut sendok bebek. Ini merupakan ciri khas dari cara penyajian sotonya. Tempat penjualnya pun unik. Menggunakan rombong pikulan ala Madura, sehingga unsur ketradisonalannya juga ada.

Lalu bagaimana dengan isi dan racikannya? Soto kudus sebenarnya berbumbu sama dengan soto ala lamongan, bahkan uba rampe atau pelengkapnya pun tak jauh beda. Hanya saja soto Lamongan menggunakan poyah, sementara soto Kudus tanpa poyah. Lauk pelengkapnya dihidangkan terpisah berupa sate telur puyuh, telur rebus, jeroan, tempe goring, dan perkedel.

Dalam satu sajian, Soto Kudus terdiri atas kuah yang cita rasanya gurih dan segar yang bersumber dari lumeran serai dan jahe. Rasanya tentu masih kalah kuat dengan soto Lamongan yang lebih segar dan harum karena ada tambahan lengkuas dan daun jeruk purut.

Sementara isinya hampir sama, ada soun, taoge segar, irisan ayam dalam bentuk suwiran, disiram kuah soto, lalu ditaburi irisan bawang dan selandri juga bawang goreng. Penyerta utamanya adalah nasi putih yang langsung dimasukkan dalam racikan sajian soto. Seporsi cukup untuk mengganjal perut kosong saat makan siang. Sebagai penutup kebetulan di “Depot Kolaborasi” ada pilihan es cendol khas Bandung. Jadi, ya sekalian saja. Mumpung makan ala Kudus yang minum diteruskan saja ala Bandung. Hehehe… (arohman)