MESKI bukan politisi, tidak ada salahnya kami menamakan pertemuan kemarin sebagai Diplomasi Meja Makan. Di samping karena segala debat dan diskusinya dilakukan di antara meja makan yang penuh dengan hidangan istimewa, pertemuan kami juga memang untuk mencari titik temu persoalan di antara kami yang perlu didapatkan formulasi solusinya.

Diplomasi meja makan bukanlah hal baru. Cara elegan dan menyenangkan ini kerap digunakan para pemimpin-pemimpin dunia dalam menyelesaikan masalah politik atau sekadar meredakan ketegangan antarnegara yang sedang berselisih.

Seperti yang pernah dilakukan Presiden AS Barack Obama yang menjamu Presiden Rusia Dmitry Medvedev di Ray's Hell Burger di Arlington, Virginia. Diplomasi kelas berat, tapi cukup dilakukan dengan santai sambal mengudap setangkup burger. Enak, menyenangkan, dan tidak menegangkan.
Itulah yang kemarin kami coba lakukan berenam. Bersama-sama datang di Larazeta Restauran di kawasan Jalan Biliton Surabaya. Tujuannya tentu makan-makan sambil membahas persoalan proyek yang sedang melibatkan kami.

Kami datang langsung disambut ruangan sejuk berornamen Arabian. Tentu menu-menu yang ditawarkan juga makanan dan minuman ala Arab. Wow banget, bagi yang demen makanan beraroma rempah dan berbahan daging kambing.

Teh Jannatun Aden.
Sejenak kami duduk, datang pramusaji membawa nampan dengan sebuah poci dan cangkir keramik di atasnya. “Silakan minum…” tawarnya kepada kami. Rupanya sudah ada yang memesankan minuman istimewa untuk kami. Salah seorang dari kami pun menyauhuti, “Ini minuman surga. Lihat nama minuman ini, jannatun aden,” sambil menunjukkan daftar minuman yang terpampang di buku menu.

Satu persatu kami pun menuangkan isi moci itu ke dalam cangkir masing-masing. Tanpa menunggu lama dilanjutkan dengan menyeruputnya perlahan. Hangatnya minuman langsung menggelontor tenggorokan setelah terlebih dahulu disapa bibir dengan manis. Lidah pun mulai mendeteksi rasa yang ada. Aroma kapulaga wangi semerbak terbawa tipis uap yang merambah ujung hidung. Sementara paduan rasa teh, susu, dan gula serta rempah menjalari setiap permukaan lidah yang terpesona akan rasa nikmat. “Hmmm serasa nyeruput minuman surga,” decak salah seorang kawan.
Setelah menikmati sensasi minuman yang mirip teh Tarik itu. Giliran menu makanan berat yang mendarat di meja kami. Sepiring besar menu Ruz Zurbian bil Lahm dan sepiring Ruz Mandhi yang masing-masing cukup untuk bertiga, lalu ditambah lagi seporsi kambing oven.

Ruz Zurbian merupakan makanan utama dari beras basmati, daging kambing muda dicampur dengan yoghurt, jinten, lalu dimasak dalam tannur. Rasanya gurih kaldu daging kambing dengan wangi aroma rempah yang cukup terasa. Beras basmati yang panjang-panjang dan liat cukup menggoyang lidah kami sampai puas.

Ruz Manhi bil Lahm.
Sedangkan Ruz Mandhi juga menggunakan beras basmati, ayam dengan kaldu, rempah kemudian dimasak dalam tannur. Rasanya hamper sama dengan Zurbian naman aroma dan rasanya lebih ringan karena menggunakan ayam.

Lalu bagaimana dengan kambing ovennya? Wow…! Jangan ditanya. Meski porsinya dibuat potongan kecil-kecil agar mudah dinikmati oleh siapa saja, yang jelas rasanya mantul (mantab betul). Rasa dagingnya gurih khas aroma oven. Teksturnya empuk dan lumar untuk digigit dan dikunyah dalam mulut. Sayang seporsi kambing oven hanya disertakan selembar khobous sehingga tidak bisa rame-rame menyantapnya secara sempurna. Biasanya khobous atau roti arab ini di atasnya diberi irisan sayuran berupa wortel, Bombay, dan paprika. Lalu ditambahi tiga macam suas, khobousnya digulung jadi satu, dan disantap ala makan burgur. Sambil sekali-kali diselingi gigitan kambing oven. Sempurna…!

Yup, diplomasi meja makan usai sampai di situ? Pasti. Karena semua persoalan telah dibahas sambil makan, dan solusi pun ditemukan bersama. Andai tak tuntas, pasti tak tega menghabiskan menu-menu yang istimewa tersebut. Alhamdulillahirobbil alamin

Semoga para politisi dan para pejabat negeri ini bisa menyelesaikan perselisihannya ala diplomasi meja makan ini. Tapi awas jangan gunakan uang korupsi!