Adakah dosa jariyah? Itulah dosa bagi para penulis yang menyebar kemaksiatan, dan tulisannya terus menularkan virus keburukan. Contohnya adalah menulis novel picisan yang berisi cerita-cerita mesum. Betapa berdosanya penulis yang setiap waktu membuat pembacanya terus ‘terinspirasi’ melakukan kejahatan seksual; dhohiron wabatinan.

Dulu, era 1980 - 90an betapa ngetopnya novel kuning dan buku fotokopian yang isinya full kemesuman. Tak perlu disebutkan nama penulisnya --sesuai kode etik jurnalistik, kata Ustad Somad--, buku-buku tipisnya selalu laris manis di kios-kios koran dan penyewaan buku. Stoknya selalu habis meski tak pernah dipajang di etalase.

Penggemarnya adalah anak-anak usia sekolah dan remaja puber. Meski terbilang buku khusus, tetapi hampir setiap remaja saat itu, bila terdengar nama sang penulis disebut, pasti langsung tersungging senyum; antara malu dan kaged. Anehnya, isi dan cerita novel yang tergolong jorok itu malah membuat pembacanya ketagihan.

Kepiawaian penulisnya mendeskripsikan perbuatan asyik masyuk benar-benar menghadirkan imajinasi yang luar biasa jelas, seakan-akan pembaca melihat langsung dan turut terlibat di dalam cerita bak nonton teve. Apalagi era itu dunia masih primitif, karena belum ada internet dan medsos, sehingga ‘hiburan’ yang bisa dijangkau adalah media cetak seperti majalah, tabloid, buku, dan novel.
Kembali ke topik. Ya, benar sekali. Kita harus berhati-hati dalam menulis supaya tidak terjebak dalam dosa jariyah yang akan terus berlipat-lipat menggerus timbangan kebaikan. Menulislah hal-hal yang baik dan positif saja bagi pembaca biar malaikat Atid lebih banyak istirahat.

Ya, tak perlu sekali-sekali mencoba menulis hal-hal yang berpotensi menjadikan dosa jariyah. Apalagi tantangan media sosial saat ini sangat merayu kita untuk melakukannya. Tulisan status yang mengandung dosa, kemudian dishare follower kita, sudah akan otomatis menjadi dosa jariyah yang akan sulit menghapus jejak digitalnya. Di manapun kita menulis, kehati-hatian merupakan kunci utama agar kita terhindar sebagai sekutu setan.

Masih banyak bidang kepenulisan yang memungkinkan kita mendapat pahala, so ngapain susah-susah ngumpulin dosa. Jejaring komunitas seperti Gurusiana bisa menjadi alternatif berbagi tulisan positif. Ribuan tulisan bisa Anda baca di laman Gurusiana, yang notabene tulisan autentik pengalaman hidup nyata para guru dan peminat masalah pendidikan. Gesekan dengan orang-orang pintar, lambat laun akan mengasah kita menjadi penulis yang bergas.

Masih banyak cerita lain tentang dosa jariyah. Namun sayang, saya hanya mampu berbagi satu saja untuk Anda. Berbagi bukan untuk ditiru berbuat dosa jariyah, melainkan sekadar ikhtiar menjadi penulis yang bermartbat dan bermafaat bagi semua.