Irisan buah (klatakan) siap disantap setelah disiram ulekan bumbu dari cobek, dan makanan inilah yang dinamakan Rujak Ulek.

RUJAK ULEK. Warga Surabaya pasti telah cukup akrab dengan makanan khas yang satu ini. Karena Surabaya memang daerah asalnya. Rujak ulek tak ubahnya rujak-rujak kebanyakan. Bumbunya terdiri atas cabe, kacang tanah goreng, bawang putih, petes, kecap, dan bumbu lainnya. Semua bumbu tersebut dihaluskan di atas cobek dengan cara diulek, yakni ditumbuk menggunakan ulek-ulek (alat pengulek).
Setelah bumbu halus teramu menjadi satu, baru kemudian klatakan yang berupa irisan tipis buah-buahan (bengkoang, nanas, mentimun, krai, jambu buah, dan buah lainnya sesuai selera) dicampur menjadi satu plus ditimpahi kulupan sayur godok (kangkung dan kecamba) di atasnya, baru kemudian disiram bumbu rujak. Atau ada juga yang menyertakan irisan lontong.
Dalam penyajiannya, biasanya rujak ulek disuguhkan di atas pincuk daun pisang. Namun seiring perkembangan zaman, kini daun pisang diganti dengan kertas minyak karena lebih praktis dan mudah didapat. Mau praktis lagi menggunakan piring.
Namun di tengah serbuan makanan dan restoran cepat saji yang mewaralaba ke berbagai pelosok nusantara, keberadaan rujak ulek perlahan tapi pasti agak terpinggirkan dan terancam kehilangan popularitas. Untuk mencari dan mencicipinya di kota asalnya pun harus hunting dulu ke beberapa kawasan yang terdapat penjual rujak uleg ini. Akan tetapi kekhawatiran itu tak perlu terlalu dirisaukan, karena setiap tahun (sejak sekitar tahun 2003) pemerintah kota Surabaya selalu menggelar Festival Rujak Ulek (FRU). Sebagaimana pada penyelenggaraan FRU 2007 yang digelar dalam rangka HUT ke-714 Kota Surabaya.


Peserta tampil dengan pakaian khas Jawa Timur (Madura).


Bertempat di kawasan Kya-Kya jalan Kembang Jepun Surabaya (20/5) lalu, ribuan warga Surabaya dan sekitarnya tumplek blek menjadi satu memadati kawasan pecinan sebelah timur Jembatan Merah demi menyaksikan dan mencicipi rujak ulek. Warga Surabaya begitu antusias terhadap FRU 2007, terbukti tidak sampai 30 menit dari tanda dimulainya FRU yang dibuka oleh Wali Kota Surabaya, Bambang DH, deretan meja yang berjajar sepanjang kurang lebih 1.000 meter itu tak lagi menyisakan rujak ulek hasil kreasi sekitar 1.200 peserta dari perwakilan instansi swasta dan pemerintah se-Surabaya, termasuk perwakilan dari Negara Jiran Malaysia.
Penyelenggaraan FRU tahun ini memang luar biasa. Dari jumlah peserta yang dicanangkan 1.200 pengulek, dipastikan semuanya terisi. Dari setiap meja berukuran 2 x 3 meter yang diisi 6 orang pengulek secara berhadapan untuk meracik dan menyuguhkan sajian rujak paling enak. Tak ayal, sejak pukul 12.00 para pengunjung sudah menyemut untuk dapat turut mencoba para pengulek andalan masing-masing, padahal acara baru dimulai jam 1 siang.
Terik matahari yang begitu menyengat tak lagi terasa, begitu Wali Kota bersama para undangan khusus, seperti perwakilan dari konsulat jenderal negera sahabat, antara lain Jepang, Amerika Serikat, Malaysia dan Perancis. Semuanya larut dalam satu suasana kebersamaan mengulek bumbu dan membuat rujak dan menikmatinya bersama pula.


Teknik mengulek bumbu di atas cobek merupakan rahasia tersendiri agar aroma rujak uleg enak dan khas.

Dinikmati Gratis
Semua pengunjung yang hadir langsung diperbolehkan menikmati rujak ulek yang telah lama diidamkan, begitu pengulek selesai menyajikan sajian rujak terbaiknya. Meja yang satu sama lain diberi celah sekitar 50 cm yang semula hanya boleh diisi pengulek rujak, langsung diserbu. Ada yang langsung menyantapnya di tempat, tetapi ada pula yang membawanya ke pinggir arena dan menikmatinya bareng kerabat dan teman.
Di samping pemandangan aktivitas mengulek dan menikmati rujak, pemandangan lain yang tampak mengasyikkan siang itu adalah dandanan atraktif para peserta. Pihak panitia memang mengharuskan setiap pengulek berpakaian seatraktif dan semenarik mungkin. Ada yang yang mengenakan kostum tradisional, dan ada juga yang menggunakan pakaian jenis lainnya menyesuaikan instansi yang mereka wakili.
Karena mengandalkan penampilan, kebanyakan dari pengulek rujak terlihat kurang profesional. Karena mereka rata-rata adalah pembuat rujak dadakan. Meskipun begitu soal rasa tak terlalu bisa dibedakan antara pengulek profesional dan amatiran. Karena ketika semua bumbu dan klatakan menjadi satu bernama rujak uleg, maka yang terasa di lidah adalah makanan khas dengan ciri menonjol pada aroma petisnya. Dan, memang cocok sekali memang menyantat rujak di tengah cuaca gerah.
Satu lagi prestasi yang akan dicatatkan oleh panitia penyelengara FRU 2007 ini adalah mencatatkan ajang tersebut di Museum Rekor Indonesia (MURI), sebagai acara mengulek rujak yang dilakukan oleh lebih dari 1.000 orang secara bersamaan. Hal tersebut juga dilontarkan oleh Bambang DH dalam sambutannya, tentunya apabila pihak MURI sudah mengonfirmasikan atas hal serupa yang pernah ada. Jadi, kita tunggu saja hasilnya. (arohman)