Prof. Dr. Haris Supratno bersilaturahmi dengan jamaah usai menjadi iman/khotib di masjid Baitul Makmur I, UNESA.

SAAT ini (11 Dhulhijjah 1428), kita yang beragama Islam masih menikmati suasana hari tasyrikh dengan aktivitas masing-masing. Tidak seperti tahun-tahun biasanya, pada kesempatan Idul Qurban ini, kemarin, saya memilih melaksanakan salat Id di masjid Baitul Makmur I, kompleks kampus UNESA, Ketintang.
Pagi, pukul 05.30, saya bergegas menuju masjid kampus. Di sana sudah penuh kekhusukan para jamaah mengumandangkan takbiran. Di masjid yang juga merupakan jujugan pertama saya, kala dulu (tahun 1994) pertama kali menginjakkan kaki di Unesa (dulu IKIP Surabaya) untuk mengikuti tes UMPTN itu, saya menemukan suasana baru. Jumlah jamaah yang terbatas (terdiri atas para pengurus masjid dan mahasiswa juga warga sekitar) memang tidak sesemarak bila saya mengikuti salat Id di Masjid Al Akbar atau halaman Telkom Divre V. Namun, di antara sesuatu yang hilang itu, tetap saja ada keistimewaan dalam menjalankan ibadah sunah tersebut.
Banyak nostalgia terendam dalam kenangan manis semasa menimba ilmu di sana. Apalagi, usai salat saya kembali menemukan ‘saudara baru’, yaitu para mahasiswa dan aktivis UKKI yang tetap saja kokoh dengan visinya menyejahterakan Masjid Baitul Makmur. Dua di antaranya cukup akrab, berkat keikutsertaannya dalam kegiatan Klub Guru Jatim. Itu semua tentu kontras dengan nilai pandang saya zaman mahasiswa dulu, yang kurang simpatik dengan teman-teman penghuni masjid setempat, yang era itu tidak sepaham dengan saya. Sudahlah, yang lalu biarlah berlalu…
Kembali ke suasana salat Id di Masjid Baitul Makmur, yang pagi itu pelaksanaannya diimami dan dikhotibi oleh Prof Dr Haris Supratno, rektor UNESA. Saya yang pernah menjadi mahasiswa dan pernah diasuhnya menekuni beberapa matakuliah, tahu persis bahwa Pak Haris tak perlu saya ragukan akan kualitas keislamannya. Bahkan mantan Dekan FPBS ini termasuk sangat mumpuni dalam ajaran Islam, terbukti dengan salah satu desertasinya yang mengangkat masalah kesenian Islam dari Nusa Tenggara. Namun sebagai manusia biasa, yang tidak dapat lepas dari unsur khilaf, pada kesempatan salat Id kemarin, dengan mafhum Allah, salat Id yang diimaminya itu tidak disertai tambahan 5 kali takbir pada rakaat kedua, karena lupa. Wallahualam.
Usai salat Id, dilanjutkan dengan khotbah Idul Qurban. Dalam khutbahnya, orang nomor satu di UNESA ini mengingatkan kepada para jamaah, bahwa Idul Qurban merupakan refleksi dari introspeksi diri. Kurban merupakan implementasi keimanan umat Islam dalam menjalankan perintah Allah, sebagaimana yang pernah difirmankan kepada Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS.
Pada Idul Adha tahun ini, masjid Baitul Makmur UNESA menerima 21 binatang kurban, yang terdiri atas 20 ekor kambing dan satu ekor sapi. Panitia kemudian mendistribusikan daging kurban yang telah disembelih kepada para karyawan, mahasiswa, dan warga sekitar kampus. Seekor kambing di antaranya didistribusikan ke daerah Benjeng, Gresik.
Itulah kesempatan itimewa yang saya dapatkan di libur Idul Adha kemarin. Barangkali kesempatan-kesempatan serupa jarang dimiliki oleh alumnus (Ganesis) lain, sehingga saya sekadar berbagi cerita. Siapa tahu suatu waktu kelak, dan pada moment berbeda ada niatan bersama untuk berkumpul (reuni) dalam suasana seindah itu. Tentu akan sangat berkesan. Salam hangat untuk para Ganesis di mana pun berada. (arohmanmail@yahoo.com)