Nurulita Novi Arlaida mewancarai Disbudpar Pemkot Surabaya Suhartoyo di arena FJB 2008, Surabaya.

DALAM kesempatan temu wartawan di acara Festival Jajanan Bango 2008, yang diselenggarakan di Lapangan Kodam V Brawijaya, Surabaya (10/5) lalu, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Pemkot Surabaya, Suhartoyo, sempat berkomentar tentang pentingnya melestarikan makanan tradisional melalui wisata kuliner.
Berikut wawancara Nurulita Novi Arlaida (External Communication Asst. Manager PT Unilever) dengan orang nomor satu di Jajaran Dinas Pariwisata Kota Surabaya itu:

Bagaimana Pak Hartoyo, sudah melihat-lihat Festival Jajanan Bango?

Sudah. Saya keliling dari stan-stan. Saya kira kegiatan ini sangat menarik dan bagus. Saya harapkan acara ini bisa diselenggarakan setiap tahun, apalagi bersamaan dengan hari jadi kota Surabaya. Dengan demikian ini merupakan salah satu upaya melestarikan makanan tradisional. Apalagi di Surabaya juga benyak sekali memiliki makanan-makanan khas, seperti Rujak Cingur, Lontong Balap, Semanggi, juga ada Rawon.

Kalau Lontong Kupang, bagimana Pak?

Ya, itu juga termasuk. Namun aslinya Lontong Kupang itu dari Sidoarjo, sehingga kebanyakan ya di sana. tapi di Surabaya juga banyak kok yang jualan Lontong Kupang.

Bapak sendiri memilik favorit makanan tradisonal apa? Khususnya yang dari Surabaya.

Saya suka Rujak Cingur. Saya biasanya menikmatinya di dekat kantor saat makan siang. Demikian juga dengan Semanggi, saya juga suka. Kalo malam bersama teman-teman biasanya kami bersama-sama makan rawon. Biasanya ke Rawon Setan atau Rawon Mayit. Katanya, dinamakan Rawon Mayit, karena dulunya itu waktu pertama kali buka di belakang kamar mayit Rumah Sakit Darmo yang kemudian pindah ke Taman Bungkul.

Untuk menu sarapannya yang pas di Surabaya ini apa, Pak?

Saya sendiri sejak di Dinas Pariwisata, setiap hari Jumat sehabis olahraga pagi biasanya disediakan Lontong Mi, kadang juga Soto. Pas sekali sebagai menu sarapan. Jadi saya pikir makan-makanan tradisional tidak kalah dengan makanan dari luar negeri.

Jadi, kalau pagi ada Lontong Mi atau Semanggi untuk sarapan. Saat siang ada Rujak Cingur, sementara kalau malam ada Rawon Mayit atau Rawon Setan. Lalu yang dinamakan Tahu Campur dan Tahu Tek itu, apa Pak?

Tahu Campur itu dari Lamongan. Saya sendiri dari Lamongan. Biasanya saya menikmati Tahu Campur saat malam, biasanya ada penjual Tahu Campur keliling di dekat rumah. Biasanya Tahu Campur ini enak dinikmati saat jam-jam 4 sore sebelum malam. Dan kalau malam biasanya saya lebih memilih Tahu Tek, pada sekitar jam 10 malam. Karena dasar saya memang suka makan.

Jadi, cocok ya Pak. Karena Bapak suka makan, terus kemudian diadakan festival ini yang ada kaitannya juga dengan Hari Jadi Kota Surabaya, sekaligus turut melestarikan makanan khas Surabaya. Lalu bagaimana harapan dari Kota Surabaya untuk ke depannya, Pak?

Kota Surabaya untuk wisata kuliner sangat potensial, di samping belanja dan olahraga. Jadi, semoga acara seperti ini sering-seringlah dilaksanakan. (arohman)