Mendengar menu kolak ayam mungkin berasa janggal di telinga. Ayam kok dikolak? Terus bagaimana rasanya? Ya. Begitulah pertanyaan yang megganjal di setiap benak orang yang baru kali pertama mengetahuinya. Karena biasanya kolak kan berisi labu kuning, ketela, nangka, atau tape singkong. Namun kolak yang satu ini memang tidaklah lazim, yakni kolak ayam atau biasa juga disebut sanggring.

Namun tidak demikian dengan warga masyarakat Desa Gumeno, Kecamatan Manyar, Kabupaten Gresik, Jawa Timur. Kolak ayam merupakan menu sajian istimewa yang hanya bisa didapat setahun sekali, tepatnya setiap malam 23 Ramadan (malem telulikur). Tak ubahnya hari raya Lebaran, pada malam itu (Ramadan 1431 H ini bertepatan dengan 1 September 2010).
Secara penampilan, kolak ayam atau sanggring ini tak ubahnya kolak kebanyakan.

Bentuknya pun berupa sajian berkuah berbahan santan dan gula merah, hanya saja di dalam porsinya terdapat bawang daun dan suwiran daging ayam kampung.
Lalu bagaimana dengan rasanya? Tentu manis. Manis gula merahnya sangat kuat dengan diselingi aroma bawang dan bumbu-bumbu dapur lain yang begitu menyentak tenggorokan dan mampu melonggarkan pangkal hidung. Sebagai pendampingnya disertakan nasi ketan, sehingga mampu menghadirkan rasa gurih dalam menyantapnya.

Harus Dimasak Laki-Laki

Proses pembuatan kolak ayam juga tergolong unik, karena semuanya dikerjakan oleh kaum laki-laki, mulai dari memilih, memotong dan memasak ayam, hingga meracik bumbu serta menyajikannya kepada para tamu.

Seperti halnya tahun lalu, menurut salah seorang pemuda masjid setempat, Burhan Rosyidi, semua proses pengerjaan dilakukan di halaman masjid desa. Biayanya merupakan hasil swadaya masyarakat. ”Kebetulan tahun ini setiap kepala keluarga dikenakan iuran Rp55 ribu. Dan setiap keluarga dipersilakan menikmati bersama-sama tamunya di masjid sebagai hidangan berbuka puasa. Warga juga bisa request khusus untuk dibawa pulang sekadar dibagikan kepada kerabat mereka yang kebetulan malam itu berkunjung,” terangnya.

Masih menurut Burhan, untuk tahun ini tak kurang dari 160 ekor ayam jago (jantan) yang dipotong khusus untuk kolak ayam. Sejak usia salat Subuh, para pria setempat sudah mempersiapkan segala sesuatunya, mulai dari memotong ayam, membersihkannya, menyiapkan bumbu-bumnya, memasak hingga menyiapkannya untuk dihidangkan kepada para tamu. ”Semua yang mengerjakan harus orang laki-laki. Ini sudah merupakan tradisi sejak zaman para pendahulu dulu, dan hingga sekarang terus dilestarikan,” sambung Burhan lagi.

Menu Buka Tahunan

Usai salah Ashar, hidangan kolak ayam sudah matang dan siap disajikan. ”Agar porsinya rata dan semua tamu masjid dan warga kebagian, maka petugas ta’mir masjid mengemas dalam plastik ukuran seperempat kiloan plus nasi ketan dalam kertas minyak. Keduanya dimasukkan dalam tas kresek dan ditaruh di atas piring plus sendok lengkap dengan dua buah biji kurma dan segelas air minum kemasan.

Menjelang Maghrib, para tamu masjid yang datang khusus ke Desa Gumeno untuk berburu kolak ayam yang sejak siang menunggu, kemudian dipersilakan memasuki masjid. Setiap orang kemudian diberi satu porsi lalu dipersilakan mencari tempat di lantai 2 masjid jami’ Sunan Dalem itu.

Sembari menunggu adzan mahrib sebagai tanda berbuka, para jamaah tersebut melakukan tahlil bersama yang dikhususnya kepada pendiri masjid setempat yang dikenal dengan nama Sunan Dalem. Dan begitu adzan maghrib berkumandang, maka secara serentak jamaah menyantap kolak ayam dan ketan.

”Di sinilah keunikan lain dari menikmati kolak ayam. Di samping rasanya yang memang lezat dan berkhasiat, juga dapat mempererat persaudaraan, dengan kebersamaan seperti ini,” tandas Haji Susanto dari Dewan Masjid Indonesia, yang tampak sangat menikmati sajian dan suasana petang itu.

Alhasil, kolak ayam memang kuliner unik yang menggabungkan unsur rasa dan tradisi. Momentnya juga hanya setahun sekali, yaitu pada malam 23 Ramadan saja. Bahkan menurut Burhan Rosyidi, kolak ayam tidak bisa dimasak di luar hari itu. Sebab, pernah pada suatu lebaran ada yang mencoba membuat dan menyajikan menu kolak ayam, namun rasa dan citarasanya hambar. Oleh karena itu, masyarakat setempat percaya bahwa kolak ayam alias sanggring ini hanya khusus untuk malam telulikuran. Wallahualam. (arohman)