MASA liburan semester ini, Alif tidak mendapat jatah liburan yang pernah dijanjikan ibunya. Maklum nilai rapornya menurun, jadi kesepakatan harus dijalankan. Meski sebenarnya tidak tega, tetapi demi membelajari tentang komitmen, dengan sangat berat hati sang ibu pun tidak menyisakan kursi bagi Alif untuk wisata ke Jogja.

Alif adalah anak yang cerdas. Apa pun yang diinformasikan kepadanya selalu mampu dia cerna dengan baik, termasuk aneka matapelajaran sekolah maupun non-sekolah. Hanya saja, kebiasaanya yang cenderung malas dan semberono, serta obsesinya terhadap kereta api, tanpa dia sadari berakibat kurang baik bagi dirinya sendiri.

Di sekolah, Alif dikenal sebagai anak yang sangat periang dan disukai banyak teman. Kebaikan hatinya bahkan kadang kerap dimanfaatkan teman sekelasnya, misalnya dia mau saja disuruh bantu piket padahal tidak sedang bertugas. Atau bahkan kadang dimintai uang oleh kawan lainnya untuk beli jajan maupun minuman, sementara dia sendiri rela hanya minum air mineral bekal yang dibawanya dari rumah.

Ketika berada di rumah, Alif sangat gemar bermain komputer. Kebiasannya ketika sudah asyik di hadapan komputer adalah membuka internet dan browsing kereta api. Tak heran, pengetahuannya tentang alat transportasi bernama kereta api itu cukup luas. Dari internet, dia mengenal berbagai macam jenis lokomotif dan nama-nama kereta api favoritnya dari masa ke masa. Nah, bila sudah asyik dengan ‘dunianya’ itu, dia paling ogah diganggu. Termasuk ketika adiknya, Olif, merengek minta gantian main game online di komputer yang sama, pasti dia sewot duluan.

Setiap hari, kecuali hari libur, Alif mendapat jatah tidak kurang 2 jam waktu untuk berinternet. Biasanya rutinitas browsing-browsing itu dilakukan usai belajar dan les tambahan di rumah. Selama dua jam itu, Alif akan asyik masuk ke dunia kereta apinya. Melalui hobinya menggali info tentang kereta api itu pula, dia pun masuk sebagai anggota kominitas kereta api di dunia maya. Bahkan namanya pun diembel-embelinya dengan “SiRailfans Sejatie”.

Melalui kegemarannya mengoleksi info-info tentang kereta itu, ada manfaat yang menyertainya tanpa dia sadari, yaitu Alif mampu mengoperasikan Photoshop, softwere yang salah satu fungsinya untuk mengolah gambar di komputer. Awalnya dia kurang tertarik dengan Photoshop tersebut. Tapi, begitu bermaksud mempercantik dan mengolah gambar-gambar kereta sesuai dengan maksud hatinya, maka mulai saat itulah dia minta diajari bagaimana cara mengoperasikan photoshop. Dan hebatnya, dia bisa. Makanya, sejak awal dikatakan bahwa Alif itu memang cerdas. Tapi mengapa kok semester ini nilai turun…? Nah, ini yang perlu dibicarakan sekarang.

Menurut analisis sementara, perkembangan Alif saat ini kurang berimbang. Artinya, obsesinya terlalu besar untuk bisa seperti teman-teman sepermainannya. Padahal, temannya berasal dari banyak latar belakang. Ada teman yang berasal dari sekolah tetangga, teman dari gang sebelah, bahkan ada pula teman yang dari kampung sebelah. Usia teman-temannya pun bervariasi. Ada yang sebaya, umurnya lebih muda atau bahkan lebih tua darinya. Kegemaran sang teman pun pasti juga tidak sama. Ada yang suka main bola, bersepeda, dan ada pula yang senang malin PS saja. Jadi, itulah yang menjadikan Alif ini ingin serba bisa. Mampu mengerjakan dan menjalankan apa yang teman-teman sepermainannya lakukan.

Analisis kedua, dalam melakukan sesuatu Alif cenderung lambat. Bukan karena dia tidak bisa, tetapi lebih karena dia kurang konsentrasi dalam menyelesaikan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya. Mungkin juga itu bisa terjadi karena selama ini dia selalu memperoleh bantuan dari kedua orang tua dan pembantunya di rumah. Bahkan hal-hal sepele seperti makan dan mandi saja, Alif harus minta bantuan, misalnya minta disuapi atau dimandikan. Padahal usianya menjelang 10 tahun. Sementara adiknya, Olif yang baru duduk di bangku TK selalu tidak mau dibantu dalam melakukan segala sesuatu.

Analisis ketiga, konsentrasi Alif kurang sempurna. Itu bisa dilihat dari hasil pekerjaan-pekerjaannya selama ini. Hasil pekerjaannya kurang signifikan dengan capaian sebenarnya yang dia mampu. Itu lebih pada dia tidak tuntas dalam memahami soal, apalagi dia malas membaca tuntas setiap bacaan. Kecenderungannya dia langsung ingin to the point, atau langsung menjawab tanpa melakukan analisa, sehingga jawaban-jawabannya pun spekulatif.

Analisis keempat, belakangan keterbukaannya sebagai anak juga berkurang. Dia sepertinya lebih menyimpan masalah yang dia hadapi. Dalam beberapa kasus, ketika tugas dari gurunya tidak bisa dia kerjakan, atau bahkan pada saat mendapat nilai jelek, dia tak langsung membukanya kepada orang tua. Malah coba-coba untuk disembunyikan. Mungkin dia punya alasan saat melakukan itu, misalnya saja takut dimarahi.

Simpulannya, Alif dan orang tuanya harus sama-sama membuka diri dan introspeksi untuk memperbaiki diri agar bisa bersama-sama berwisata ke Jogya atau tempat lainnya pada semester depan. (kang abu)