Mbah Wagini sudah puluhan tahun jualan gemblong keliling. Wanita berusia 68 tahun ini sehari-hari bisa ditemui di halaman ruko sebelah Alfamart depan gerbang perumahan Citra Raya Pandanwangi, Kecamatan Diwek, Jombang, Jawa Timur. Kini beliau jualan menetap di sana, setiap pukul empat sore sampai jualannya habis, sekitar jam sembilan malam.
Sebelumnya, Mbah Wagini jualan keliling
dari kampung ke kampung dan perumahan ke perumahan dengan menempuh jarak
berkilo-kilo meter jalan kaki. Rutinitas mencari nafkah itu dilakoni sejak
tahun 1982. Menggunakan bakul yang digendongnya di punggung, Mbah Wagini
menjajakan makanan tradisonal berupa gemblong, lupis, gethuk, dan lontong pecel.
Setiap hari, di usianya yang sudah senja,
Mbah Wagini sudah harus bangun dini hari. Start jam tiga pagi untuk masak
lontong, gemblong, maupun lupis. Kegiatan ini tuntasnya sekitar jam delapan
pagi. Setelah itu baru menyiapkan keperluan lainnya.
Gemblong Mbah Wagini cukup legendaris di
sekitaran Kabupaten Jombang. Bahkan setiap event dan kegiatan yang
diselenggarakan oleh pemerintah kabupaten (Pemkab) Jombang, baik di pendopo
Kabupaten, Gedung Dewan, maupun instansi pemkab, Mbah Wagini kerap dihadirkan
untuk menyajikan menu gemblong paling istimewanya. Lembaga pemerintahan
setempat seperti DPRD, Kejaksaan, Dinas Peternakan, juga satuan dinas
pemerintah di Jombang lainnya sering mengundangnya untuk bermacam kegiatan.
Istimewanya lagi, di usianya yang sudah
memasuki 70 tahun, ternyata Mbah Wagini masih mampu mengendarai sepada pancal
sebagai sarana transportasi jualan dan kesehariannnya. Dengan mengenakan jarik
khas wanita jawa, Mbah Wagini mengayuh sepedanya untuk ke pasar belanja segala
kebutuhan, juga untuk mengusung barang dan jajanan dagangannya dari rumah ke
tempatnya mangkal di tepi Jalan Raya Pandanwangi, Jombang.
Sejak beberapa tahun terakhit ini, Mbah
Wagini memilih menggunakan sepada untuk jualan, tidak jalan kaki lagi, karena
kakinya sudah sering sakit, dan sudah tidak sekuat dulu lagi.
Tempat mangkalnya sekarang juga tidak
begitu jauh dari rumah tinggalnya. Mbah Wagini jualan di teras sebuah klinik di
Ruko Citra Raya Pandanwangi. Beliau diberi izin menempati halaman klinik
tersebut oleh dokter Badriyah, sang pemilik.
Di tengah kerasnya hidup yang dijalaninya,
Mbah Wagini selalu merasa bersyukur atas apa yang dimilikinya. Apalagi sudah
dikaruniai lima cucu dari tiga anaknya. Jiwa tegar Mbah Wagini tampak dari raut
mukanya dan gaya bicaranya yang tegas. Itu semua diperoleh dari pengalaman
hidupnya yang harus mengasuh anak-anaknya sendirian, karena sang suami sejak
awal telah pamit merantau dan tak pernah kembali lagi ke pelukannya.
Semoga pengalaman hidup keras Mbah Wagini
bisa menjadi inspirasi kita semua.
Tulisan ini bisa baca juga di www.arohman.id dan www.gurusiana.id
KLIK: