Kontroversi rencana akan dibukanya sekolah di Surabaya sempat menjadi perbincangan serius masyarakat. Pro-kontra pun tak terelakkan. Antara mereka yang menginginkan sekolah tetap dilakukan daring, dengan mereka yang berharap sekolah dibuka kembali, sama-sama punya alasan rasional. Semua juga tetap dengan menggunakan protokol kesehatan tentunya.

Nah, belum lama ini, saya menyempatkan diri menghubungi seorang teman yang sedang menyelesaikan studi S3 di Australia, Sabil Arjumand, untuk berbincang tentang kondisi pandemi, khususnya berkaitan dengan dunia pendidikan; sekolah dan kampus.

Satu hal yang cukup bisa dipertimbangkan sebagai bahan kajian, ternyata di Australia, kampus dan sekolah juga sempat ditutup (lockdown) karena pandemi. Kampus dan sekolah menerapkan kebijakan khusus sekaligus mempermudah siswa dan mahasiswa dalam menjalankan proses pembelajaran. Sekolah misalnya, di Australia dilakukan dengan pilihan, yaitu daring dan luring.

Dari Australia, Sabil Arjumand menceritakan bahwa kampus dan sekolah tutup saat pandemi sedang masa puncaknya. “Kampus dan sekolah tutup saat besar-besarnya. Pembelajaran dilakukan online. Bahkan ada beberapa dosen yang dengan sengaja mempermudah, dalam artian tugas-tugas diperingan, nilai-nilai juga dipermudah. Tapi, untuk sekolah masih banyak yang dibuka. Dan itu berbeda di setiap negara bagian,” paparnya.

“Kebetulan di tempat kita, Adelaide, lebih dari 30 – 40 persen warganya berusia lanjut. Banyak warga berusaia lanjut. Karena itu, pemerintah bagian South Australia mengambil lebijakan, sekolah bolah menutup atau membuka sekolahnya. Dan itu juga diberikan pilihan kepada para orang tua; apakah anaknya mau datang ke sekolah atau belajar online,” tambah Sabil.

Mau tahu alasa pastinya? Dan bagaimana pula perbandingan kondisi selama pandemi di Ausralia dan di Surabaya? Simak tuntas video ini: KLIK: https://www.youtube.com/watch?v=wBhQZUP3esQ.